Besaran Zakat Fitrah 1446 H / 2025
PAHALA SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
Sedekah di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Bulan Ramadhan adalah waktu yang penuh berkah, dan setiap amal kebajikan yang dilakukan pada bulan ini dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Berikut adalah penjelasan lengkap tentang pahala sedekah di bulan Ramadhan:
1. Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan
Sedekah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan karena:
Pahala Dilipatgandakan Setiap amal kebajikan, termasuk sedekah, dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan.
Mendapatkan Lailatul Qadar: Sedekah dapat menjadi sarana untuk meraih malam Lailatul Qadar, yang lebih baik dari seribu bulan.
Membersihkan Harta dan Jiwa: Sedekah membantu membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi)
2. Pahala Sedekah di Bulan Ramadhan
Pahala Berlipat Ganda: Allah SWT melipatgandakan pahala sedekah di bulan Ramadhan. Bahkan, pahala sedekah bisa mencapai 700 kali lipat atau lebih, sebagaimana firman Allah:
"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 261)
Mendapatkan Ampunan Dosa: Sedekah dapat menjadi sebab diampuninya dosa-dosa. Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi)
Mendekatkan Diri kepada Allah: Sedekah di bulan Ramadhan adalah bentuk ketaatan dan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Bentuk-Bentuk Sedekah di Bulan Ramadhan
Sedekah tidak hanya berupa uang atau materi, tetapi juga bisa dalam bentuk lain, seperti:
Memberi Makan Orang Berbuka Puasa: Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun." (HR. Tirmidzi)
Membantu Fakir Miskin: Memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, seperti makanan, pakaian, atau kebutuhan sehari-hari.
Bersedekah Ilmu: Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain.
Bersedekah Tenaga: Membantu orang lain dengan tenaga atau keterampilan yang dimiliki.
4. Kisah Inspiratif tentang Sedekah di Bulan Ramadhan
Kisah Utsman bin Affan: Utsman bin Affan pernah menyedekahkan 1.000 ekor unta lengkap dengan perbekalannya untuk perang Tabuk. Rasulullah SAW mendoakannya, dan Utsman pun meraih keberkahan yang luar biasa dalam hidupnya.
Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq: Abu Bakar dikenal sebagai sahabat yang dermawan. Dia pernah menyedekahkan seluruh hartanya di 5. Tips Bersedekah di Bulan Ramadhan**
Ikhlas: Niatkan sedekah semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.
Rutin: Lakukan sedekah secara rutin, meskipun dalam jumlah kecil.
Prioritaskan yang Membutuhkan: Utamakan membantu orang yang benar-benar membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, atau janda.
Jangan Sombong: Jangan menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikan, sebagaimana firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)."(QS. Al-Baqarah: 264)
6. Doa Setelah Bersedekah
Setelah bersedekah, dianjurkan untuk membaca doa berikut:
"Ya Allah, terimalah sedekah kami dan lipatgandakan pahalanya. Jadikanlah sedekah ini sebagai penyebab turunnya rahmat dan keberkahan bagi kami."
Kesimpulan
Sedekah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang sangat besar dan keutamaan yang luar biasa. Selain mendapatkan pahala berlipat ganda, sedekah juga dapat membersihkan harta, mendekatkan diri kepada Allah, dan membantu sesama. Oleh karena itu, mari manfaatkan bulan Ramadhan dengan memperbanyak sedekah dan amal kebajikan lainnya.
Semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan pahala yang melimpah di bulan Ramadhan. Aamiin.
HUKUM UMAT ISLAM YANG TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Dalam Islam, puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, terdapat beberapa kondisi yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, dengan ketentuan dan konsekuensi tertentu sesuai syariat. Berikut penjelasan lengkap tentang hukum tidak berpuasa bagi umat Islam di bulan Ramadhan:
1. Kewajiban Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan diwajibkan bagi setiap muslim yang memenuhi syarat berikut:
Balighdewasa).
Berakal sehat
Mampu secara fisik dan mental
Bukan dalam keadaan haid atau nifas (bagi wanita).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
2. Kondisi yang Membolehkan Tidak Berpuasa
Ada beberapa kondisi yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, antara lain:
a. Sakit
- Jika seseorang sakit dan khawatir puasa akan memperparah penyakitnya, dia boleh tidak berpuasa.
- Setelah sembuh, dia wajib mengqadha (mengganti) puasa yang ditinggalkan.
b. Bepergian (Musafir)
- Orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) boleh tidak berpuasa.
- Dia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan setelah Ramadhan.
c. Haid atau Nifas (Bagi Wanita)
- Wanita yang sedang haid atau nifas dilarang berpuasa.
- Setelah suci, dia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan.
d. Hamil atau Menyusui
- Wanita hamil atau menyusui boleh tidak berpuasa jika khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya.
- Dia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan atau membayar fidyah (memberi makan orang miskin) jika tidak mampu mengqadha.
e. Usia Lanjut atau Sakit Kronis
- Orang tua yang tidak mampu berpuasa atau orang dengan sakit kronis yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya boleh tidak berpuasa.
- Sebagai gantinya, dia wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin) setiap hari yang ditinggalkan.
3. Konsekuensi Tidak Berpuasa
Bagi orang yang tidak berpuasa karena alasan yang dibolehkan, ada beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi:
a. Mengqadha Puasa
- Orang yang tidak berpuasa karena sakit, bepergian, haid, nifas, hamil, atau menyusui wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan di hari lain setelah Ramadhan.
b. Membayar Fidyah
- Orang yang tidak mampu mengqadha puasa (misalnya karena usia lanjut atau sakit kronis) wajib membayar fidyah.
- Fidyah adalah memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Besarannya setara dengan 1,5 kg beras atau makanan pokok lainnya.
c. Kafarat (Denda)
- Jika seseorang dengan sengaja tidak berpuasa tanpa alasan syar'i, dia wajib bertaubat dan memperbanyak amal ibadah sebagai gantinya.
- Tidak ada kafarat khusus untuk tidak berpuasa, tetapi dia harus mengqadha puasa yang ditinggalkan.
4. Hukum Sengaja Tidak Berpuasa Tanpa Alasan Syar'i
Sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat adalah dosa besar. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan tanpa alasan syar'i, maka tidak akan bisa diganti meskipun dia berpuasa seumur hidup."(HR. Bukhari dan Muslim)
5. Niat dan Taubat
Bagi yang tidak berpuasa karena alasan syar'i, penting untuk tetap menjaga niat dan bertaubat jika ada kelalaian. Setelah Ramadhan, segera qadha puasa yang ditinggalkan atau bayar fidyah jika diperlukan.
Kesimpulan
Tidak berpuasa di bulan Ramadhan diperbolehkan hanya bagi mereka yang memenuhi kriteria tertentu, seperti sakit, bepergian, haid, nifas, hamil, menyusui, atau tidak mampu secara fisik. Bagi yang tidak berpuasa, wajib menggantinya dengan qadha atau membayar fidyah sesuai ketentuan syariat. Namun, sengaja tidak berpuasa tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa besar dan harus dihindari.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya!
Lima Persiapan Sebelum Menyambut Bulan Ramadhan yang Wajib Lakukan
Lima Persiapan Sebelum Menyambut Bulan Ramadhan yang Wajib Kita Lakukan
“Seperangkat waktu setahun ibarat sebuah pohon. Bulan Rajab adalah saat untuk menumbuhkan daun, bulan Sya’ban adalah saat untuk menumbuhkan dahan, dan bulan Ramadhan adalah waktu untuk memanen. Para pemanen itu adalah umat yang beriman,” jelas DR. Saifullah, seorang Penyuluh Agama Islam senior.
“Ada lima persiapan yang perlu kita lakukan menjelang Ramadhan,” ujarnya.
Pertama, persiapan ilmu. Untuk memastikan aktivitas di bulan Ramadhan dapat berjalan dengan optimal, kita perlu memiliki wawasan dan pemahaman yang tepat tentang bulan tersebut. Caranya adalah dengan banyak membaca berbagai referensi yang membahas tentang Ramadhan.
Kedua, persiapan semangat dan menghindari perbuatan maksiat. Hal ini sejalan dengan pernyataan sebelumnya, yaitu dengan memperbanyak amalan sunnah dan menjauhi perbuatan yang tidak berguna sejak bulan Rajab dan Sya’ban.
Ketiga, persiapan fisik. Aktivitas yang banyak menguras energi sebaiknya dihindari atau dikurangi, seperti berolahraga.
Keempat, persiapan harta. Sebaiknya, sebelum bulan Ramadhan, sudah disisihkan dana untuk melipatgandakan sedekah atau infaq. Rasulullah saw. telah memberikan teladan kedermawanan yang sangat tinggi di bulan Ramadhan.
Kelima, persiapan target untuk peningkatan diri. Agar terjadi perkembangan dalam diri kita, sebaiknya ada target-target yang ingin dicapai, seperti khatam membaca Al-Qur'an, menyelesaikan shalat Tarawih, dan melakukan itikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, serta lain-lain.
dikutip dari dki.kemenag.go.id/ di tulis ulang AI
Cara memilih suami yang baik dalam islam
Dalam Islam, memilih suami yang baik sangatlah penting karena pernikahan adalah ikatan yang suci dan penuh tanggung jawab. Seorang suami tidak hanya menjadi pasangan hidup, tetapi juga pemimpin dalam keluarga. Oleh karena itu, memilih suami yang baik sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangga dan kualitas hidup keluarga.
Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat membantu dalam memilih suami yang baik menurut ajaran Islam:
1. Iman dan Taqwa
- Pentingnya agama: Salah satu aspek utama dalam memilih suami adalah keyakinannya terhadap Allah. Seorang suami yang beriman dan bertakwa akan selalu menjaga hubungan dengan Allah, menjalankan ibadah dengan baik, serta menghindari perbuatan haram.
- Berpegang pada prinsip agama: Seorang suami yang baik akan senantiasa mengarahkan keluarga menuju jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Dia akan menjadi contoh dalam menjalankan syariat, seperti salat lima waktu, puasa, dan lainnya.
Firman Allah SWT:
"Laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, dan wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik." (QS. An-Nur: 26)
2. Akhlak yang Baik
- Perilaku yang baik: Seorang suami yang baik harus memiliki akhlak yang terpuji. Ini termasuk sifat sabar, jujur, adil, penyayang, dan bertanggung jawab. Seorang suami yang baik akan memperlakukan istrinya dengan hormat, menjaga perasaan, dan tidak kasar.
- Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah yang terbaik akhlaknya." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kepemimpinan dalam Keluarga
- Pemimpin yang bijaksana: Dalam Islam, suami diharapkan menjadi pemimpin dalam keluarga. Seorang suami yang baik akan memimpin keluarga dengan penuh tanggung jawab, bijaksana, dan adil. Ia akan memikirkan kebutuhan keluarga dan membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
- Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mampu Menafkahi Keluarga
- Tanggung jawab finansial: Seorang suami yang baik harus mampu memberikan nafkah kepada keluarganya, baik dalam bentuk materi maupun kebutuhan lainnya. Hal ini tidak hanya terbatas pada urusan finansial, tetapi juga mencakup pemenuhan kebutuhan emosional dan spiritual.
- Allah SWT berfirman: "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..." (QS. An-Nisa: 34)
5. Menghargai dan Mencintai Istri
- Kasih sayang dan penghormatan: Seorang suami yang baik akan selalu mencintai dan menghargai istrinya. Dia akan memperlakukan istri dengan lembut, penuh kasih sayang, dan saling memahami. Hubungan suami-istri dalam Islam adalah hubungan yang penuh dengan cinta dan penghargaan.
- Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi)
6. Bertanggung Jawab
- Bertanggung jawab dalam segala hal: Seorang suami yang baik harus mampu menjalankan peranannya dengan penuh tanggung jawab. Ini mencakup tanggung jawab terhadap keluarga, istri, anak-anak, dan bahkan masyarakat sekitar.
- Rasulullah SAW berpesan: "Setiap dari kalian adalah penjaga dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)
7. Mampu Berkomunikasi dengan Baik
- Komunikasi yang terbuka: Seorang suami yang baik akan selalu membuka ruang untuk berkomunikasi dengan istri. Ia akan mendengarkan pendapat dan kebutuhan istrinya serta mencari solusi bersama-sama. Komunikasi yang baik akan menghindarkan dari konflik yang tidak perlu dan mempererat ikatan suami-istri.
8. Mencari Keridhaan Allah
- Tulus dan ikhlas: Seorang suami yang baik akan senantiasa berusaha untuk mencari ridha Allah dalam segala tindakannya. Ia akan menjaga keluarganya sesuai dengan petunjuk Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
9. Memiliki Integritas dan Kejujuran
- Kejujuran dalam segala hal: Suami yang baik akan selalu jujur dalam hubungan dengan istrinya, baik dalam hal materi, perasaan, maupun komitmen. Kejujuran membangun kepercayaan, yang merupakan pondasi dalam pernikahan yang kuat.
Memilih suami yang baik dalam Islam adalah suatu keputusan yang besar dan penuh pertimbangan. Sebagai seorang wanita, Anda disarankan untuk melihat karakter dan sifat dari calon suami melalui kriteria di atas, selain faktor fisik atau material. Selain itu, doa kepada Allah juga sangat penting agar diberikan pasangan yang terbaik.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda dalam proses memilih pasangan hidup.
CARA MENATA KELUARGA YANG BAIK/ SAKINAH MAWADAH WAROHMAH
Menata keluarga sakinah, mawadah, warohmah (yang artinya keluarga yang penuh kedamaian, kasih sayang, dan rahmat) merupakan tujuan yang sangat mulia dalam kehidupan berumah tangga. Untuk mencapainya, ada beberapa prinsip yang bisa dipegang teguh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Membangun Komunikasi yang Baik
- Transparansi dan Kejujuran: Selalu berbicara dengan jujur dan terbuka satu sama lain. Jangan ada yang disembunyikan atau dipendam.
- Saling Mendengarkan: Dengarkan dengan penuh perhatian ketika pasangan atau anggota keluarga berbicara. Ini menunjukkan bahwa Anda menghargai mereka.
- Menghindari Konflik yang Tidak Perlu: Sebisa mungkin, hindari pertengkaran yang hanya akan menambah ketegangan. Jika ada perbedaan, bicarakan dengan cara yang baik dan bijaksana.
2. Menerapkan Kasih Sayang dan Kepedulian
- Kasih Sayang: Menunjukkan cinta, baik melalui kata-kata, tindakan, maupun perhatian. Ketulusan dalam memberikan kasih sayang akan menciptakan hubungan yang lebih kuat.
- Peduli pada Kebutuhan Emosional: Memahami dan memenuhi kebutuhan emosional pasangan dan anak-anak. Memberikan perhatian pada perasaan mereka, memberi dukungan saat mereka membutuhkannya.
3. Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga
- Menjaga Toleransi dan Pengertian: Setiap individu memiliki karakter dan perbedaan. Oleh karena itu, penting untuk saling menghargai perbedaan dan belajar untuk bersikap toleran.
- Saling Membantu: Dalam keluarga, setiap anggota perlu saling mendukung dan bekerja sama dalam menjalani tugas-tugas rumah tangga dan kehidupan sehari-hari.
4. Berpegang pada Prinsip Agama
- Shalat Bersama: Salah satu cara yang sangat efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga keharmonisan dalam keluarga adalah dengan shalat berjamaah, baik itu suami-istri atau bersama anak-anak.
- Mengajarkan Nilai-Nilai Agama: Mengajarkan anak-anak nilai-nilai agama dengan memberikan contoh yang baik dan melibatkan mereka dalam kegiatan keagamaan.
- Doa Bersama: Melakukan doa bersama agar keluarga selalu diberkahi dan dilindungi oleh Allah.
5. Membangun Kehidupan Keuangan yang Sehat
- Manajemen Keuangan yang Bijak: Mengelola keuangan keluarga dengan bijak, membuat anggaran, dan menghindari pemborosan dapat mengurangi masalah yang disebabkan oleh aspek finansial.
- Berbagi Tanggung Jawab: Mengatur keuangan bersama-sama dan berbagi tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
- Sosial Kemanusiaan atau bersedekah sesuai dengan norma agama yang di anjurkan
6. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
- Kesehatan Fisik: Melakukan aktivitas fisik bersama, seperti olahraga ringan, untuk menjaga kesehatan tubuh agar tetap bugar dan energik.
- Kesehatan Mental: Menjaga kesehatan mental masing-masing dengan saling mendukung dan memberikan ruang untuk istirahat atau waktu sendiri.
7. Menghormati dan Menghargai Satu Sama Lain
- Saling Menghargai: Baik suami istri, maupun orangtua terhadap anak, perlu ada rasa saling menghormati. Menghargai pendapat, perasaan, dan keputusan satu sama lain akan mempererat hubungan.
- Menghargai Peran Setiap Anggota Keluarga: Setiap anggota keluarga memiliki peran penting dalam rumah tangga, baik itu sebagai suami, istri, atau anak. Menghargai peran tersebut akan menciptakan rasa saling memahami dan menghormati.
Dengan menjaga hal-hal tersebut, keluarga akan terasa penuh dengan kedamaian (sakinah), kasih sayang (mawadah), dan rahmat (warohmah), yang akan membawa kebahagiaan bagi semua anggota keluarga.
Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadan 2025 Kemenag
Download Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadan 2025 Kemenag dan Muhammadiyah, Ini Linknya
Menjelang bulan suci Ramadhan 2025, umat Muslim di Indonesia mulai bersiap untuk melaksanakan ibadah puasa dengan penuh khidmat.
Salah satu aspek penting dalam persiapan ini adalah mengetahui jadwal imsakiyah yang akan membantu umat Muslim dalam menjalani ibadah puasa.
Terdapat dua sumber resmi yang menyediakan jadwal imsakiyah, yaitu Kementerian Agama (Kemenag) dan Muhammadiyah.
Dalam artikel ini, kami akan membagikan link untuk mengunduh jadwal tersebut dan informasi penting terkait puasa Ramadhan.
Di Mana Bisa Mendapatkan Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2025?
Anda dapat mengunduh jadwal imsakiyah Ramadhan 2025 dari dua sumber tepercaya.
Berikut adalah tautan yang dapat diakses:
Link Jadwal Imsakiyah Kemenag
Link Jadwal Imsakiyah Muhammadiyah
Kapan Puasa Ramadhan Akan Dimulai Menurut Muhammadiyah?
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Ini juga diikuti dengan Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada 31 Maret 2025.
Melalui maklumat yang diterbitkan, Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, menyatakan bahwa penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil Hisab Wujudul Hilal.
Hal ini disampaikan untuk menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah dalam menjalankan ibadah puasa.
Kapan Puasa Ramadhan Akan Ditetapkan oleh Pemerintah?
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan 1446 H pada 28 Februari 2025.
Sidang ini akan dilaksanakan di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama di Jakarta Pusat dan dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk ormas Islam, MUI, BMKG, serta perwakilan dari DPR dan Mahkamah Agung.
Apa Saja Rangkaian Sidang Isbat yang Akan Dilaksanakan?
Dalam sidang isbat ini, terdapat tiga rangkaian proses yang akan dilakukan:
1. Pemaparan data posisi hilal berdasarkan perhitungan astronomi.
2. Verifikasi hasil rukyatul hilal dari berbagai titik pemantauan di Indonesia.
3. Musyawarah dan pengambilan keputusan yang akan diumumkan kepada publik.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Urais Binsyar dari Ditjen Bimas Islam Kemenag, Arsad Hidayat, menambahkan bahwa berdasarkan data hisab, ijtimak akan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025 sekitar pukul 07:44 WIB.
Pada hari tersebut, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, yang menunjukkan indikasi kuat bahwa hilal akan terlihat.
Dengan demikian, umat Muslim dapat bersiap untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan 2025 dengan pemahaman yang jelas mengenai jadwal imsakiyah dan penetapan tanggal puasa.
dikutip tribunnews.com
CARA BERSEDEKAH KEPADA ORANG YANG TEPAT
8 Cara bersedekah kepada orang yang tepat dan mendapatkan keberkahannya
Bersedekah adalah hukum real tarik menarik yang harus ada pada diri setiap manusia , bersedekah yang kita berikan mereka merasa senang dan bahagia akan mendatangkan keberkahan yang berlipat-lipat
"Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak". QS. Al-Hadid: 18
1. Bersedekah kepada orangtua , mertua dan guru, adalah wajib karena kita mempunyai hutang budi yang besar kepada mereka
2. Bersedekah kepada Saudara kandung karena masih sedarah dari orangtua yang sama
3. Bersedekah kepada tetangga yang masih dalam kesusahan, kekurangan karena yang pertama yang akan membantu dalam suatu kondisi adalah tetangga
4. Bersedekah kepada teman sahabat yang masih kalam keadaan kekurangan dan kesusahan
5. Fakir
6. Miskin
7. Yatim
8. Dhuafa
selengkapnya kata bapak Yunus
Amal Tanpa Ilmu Menurut Al-Quran dan Hadits Tertolak
Amal Tanpa Ilmu Menurut Al-Quran dan Hadits Tertolak
Dalam perjalanan hidup seorang muslim, melakukan amal saleh adalah kewajiban yang tidak dapat dipisahkan. Kita dianjurkan untuk senantiasa berbuat baik, membantu sesama, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa tidak semua amal perbuatan kita diterima di sisi Allah? Ternyata, ada syarat penting yang harus dipenuhi agar amal ibadah kita menjadi bernilai di hadapan-Nya.
Dalam Islam, konsep "amal tanpa ilmu" merupakan salah satu hal yang sering dibahas. Amal perbuatan yang dilakukan tanpa didasari dengan ilmu pengetahuan agama yang memadai, justru dapat menyebabkan amal tersebut tertolak dan tidak diterima oleh Allah SWT. Fenomena ini penting untuk kita pahami agar kita dapat melaksanakan ibadah dan amal saleh dengan benar, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.
Lantas, apa sebenarnya makna dari "amal tanpa ilmu" dan mengapa ia dapat tertolak? Dalam artikel ini, kita akan mengkaji dalil-dalil dari Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang konsep ini, serta memahami hikmah di baliknya.
Definisi Amal Tanpa Ilmu
Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan "amal tanpa ilmu". Secara sederhana, amal tanpa ilmu dapat diartikan sebagai perbuatan baik atau ibadah yang dilakukan tanpa didasari dengan pengetahuan agama yang memadai.
Dalam konteks ini, ilmu yang dimaksud adalah pemahaman yang benar tentang syariat Islam, baik yang bersumber dari Al-Quran, hadits, maupun penjelasan dari ulama yang terpercaya. Tanpa ilmu yang cukup, seseorang dapat melakukan suatu amal ibadah dengan cara yang salah atau tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Sebagai contoh, seorang muslim yang ingin melaksanakan shalat, tetapi ia tidak mengetahui dengan benar tata cara shalat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Atau seorang muslim yang bersedekah, namun ia tidak memahami syarat dan etika bersedekah yang benar dalam Islam. Dalam kasus-kasus seperti ini, amal perbuatan yang dilakukan, meskipun dengan niat yang baik, dapat menjadi sia-sia dan tidak diterima oleh Allah SWT.
Dalil-dalil Tentang Amal Tanpa Ilmu yang Tertolak
Konsep "amal tanpa ilmu" yang dapat menyebabkan amal perbuatan kita tertolak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Berikut ini adalah beberapa dalil yang menjelaskan mengenai hal tersebut:
Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah Al-An'am ayat 108:
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan."
Dalam ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa melakukan sesuatu tanpa didasari dengan pengetahuan yang benar akan menyebabkan perbuatan tersebut sia-sia dan tidak diterima di sisi-Nya. Hal ini berlaku bagi semua umat manusia, termasuk kita sebagai umat Islam.
Hadits Riwayat Imam Muslim:
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan urusan kami (agama Islam), maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa amal perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, meskipun dilakukan dengan niat baik, tidak akan diterima oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan pentingnya melakukan amal ibadah sesuai dengan tuntunan agama.
Hadits Riwayat Imam Bukhari:
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan urusan kami (agama Islam), maka amalan itu tertolak." (HR. Bukhari)
Hadits ini memiliki redaksi yang sama dengan hadits sebelumnya, semakin menegaskan bahwa amal perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam akan ditolak oleh Allah SWT.
Dari dalil-dalil di atas, kita dapat memahami bahwa melakukan amal tanpa didasari dengan ilmu pengetahuan agama yang benar dapat menyebabkan amal tersebut tertolak. Hal ini berlaku bagi segala bentuk ibadah dan amal saleh yang kita lakukan.
III. Hikmah di Balik Amal Tanpa Ilmu yang Tertolak
Setelah memahami definisi dan dalil-dalil terkait amal tanpa ilmu yang tertolak, kita dapat melihat hikmah di balik konsep ini dalam ajaran Islam. Berikut beberapa hikmah yang dapat kita petik:
Menjaga Kemurnian Agama Konsep amal tanpa ilmu yang tertolak merupakan salah satu upaya Islam untuk menjaga kemurnian agama dari praktik-praktik yang menyimpang. Dengan menetapkan syarat ilmu sebagai prasyarat utama dalam melakukan amal ibadah, Islam mencegah umatnya dari melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal ini penting karena jika amal perbuatan dilakukan tanpa didasari dengan ilmu yang benar, maka akan muncul berbagai bid'ah, khurafat, dan praktik-praktik agama yang tidak sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah. Oleh karena itu, konsep amal tanpa ilmu yang tertolak menjadi benteng untuk menjaga kemurnian agama Islam.
Mendorong Umat untuk Menuntut Ilmu Dengan adanya konsep amal tanpa ilmu yang tertolak, umat Islam didorong untuk senantiasa menuntut ilmu agama, mempelajari dan memahami ajaran Islam dengan baik. Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW yang menganjurkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan." (HR. Ibnu Majah) Dengan memahami konsep amal tanpa ilmu yang tertolak, umat Islam akan semakin termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan agamanya, sehingga dapat melaksanakan ibadah dan amal saleh dengan benar.
Menjaga Keikhlasan dalam Beramal Selain itu, konsep amal tanpa ilmu yang tertolak juga mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga keikhlasan dalam beramal. Ketika kita melakukan suatu amal perbuatan, niat yang tulus dan ikhlas karena Allah SWT menjadi hal yang sangat penting. Namun, jika amal perbuatan kita tidak didasari dengan ilmu yang benar, maka dapat menimbulkan riya' (pamer) atau sum'ah (ingin didengar/dilihat orang lain). Hal ini dapat merusak keikhlasan dalam beramal dan menyebabkan amal tersebut tidak diterima di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, konsep amal tanpa ilmu yang tertolak mendorong kita untuk senantiasa memperbaiki niat dan menjaga keikhlasan dalam beramal, sehingga amal perbuatan kita dapat diterima oleh Allah SWT.
Mendorong Umat untuk Bersungguh-sungguh Konsep amal tanpa ilmu yang tertolak juga mendorong umat Islam untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal ibadah. Ketika kita mengetahui bahwa amal perbuatan yang tidak didasari dengan ilmu akan ditolak, maka kita akan berusaha untuk melakukan amal saleh dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan agama.
Hal ini akan mendorong kita untuk senantiasa belajar, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh. Kita tidak hanya akan melakukan amal ibadah secara asal-asalan, tetapi akan berusaha untuk melakukannya dengan penuh kesadaran, kekhusyukan, dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Dengan demikian, konsep amal tanpa ilmu yang tertolak menjadi salah satu motivasi bagi umat Islam untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam beramal dan meningkatkan kualitas ibadah mereka.
Kesimpulan
Dalam ajaran Islam, konsep "amal tanpa ilmu" merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami. Amal perbuatan, meskipun dilakukan dengan niat yang baik, namun jika tidak didasari dengan ilmu pengetahuan agama yang memadai, dapat menyebabkan amal tersebut tertolak di sisi Allah SWT.
Dalil-dalil dari Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW dengan jelas menunjukkan bahwa amal perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tidak akan diterima. Hal ini mengandung hikmah yang besar, di antaranya untuk menjaga kemurnian agama, mendorong umat untuk menuntut ilmu, menjaga keikhlasan dalam beramal, serta mendorong umat untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal ibadah.
Sebagai umat Islam, kita harus senantiasa berusaha untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan benar, berdasarkan ilmu pengetahuan agama yang kita miliki. Dengan begitu, amal perbuatan kita dapat diterima di sisi Allah SWT dan bernilai di akhirat kelak. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang berilmu dan beramal saleh.
dikutip dari smaamanah.sch.id
MUHARAM IDUL YATAMA DAN AMALAN BAIKNYA
Muharram adalah salah satu waktu yang mulia karena merupakan bulan pembuka tahun baru dalam kalender hijriyah. Selain perayaan Tahun Baru Hijriyah pada tanggal 1 Muharram, sebagian masyarakat menganggap tanggal 10 Muharram sebagai Hari Raya atau Lebaran bagi anak yatim.
Istilah “Idul Yatama” (Hari Raya anak yatim) sebenarnya hanyalah ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim, karena pada hari itu banyak orang memberikan perhatian dan bantuan kepada mereka.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, disebutkan bahwa Umat Islam hanya memiliki dua Hari Raya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri:
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Dari Anas, dia berkata: Rasulullah SAW datang ke Madinah dan orang-orang Madinah memiliki dua hari raya yang mereka merayakan dengan sukacita. Kemudian Rasulullah bertanya, ‘Apa maksud dari dua hari ini?' Mereka menjawab, ‘Sejak zaman Jahiliyah, kami biasa bersenang-senang pada dua hari ini.' Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan dua hari raya yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri'” (HR: Abu Daud: 1134).
Momentum tanggal 10 Muharram dianggap sebagai Hari Raya anak yatim berdasarkan anjuran untuk memberikan bantuan kepada anak-anak yatim pada hari itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat mencintai anak-anak yatim, dan beliau lebih mencintai mereka pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Pada hari itu, Rasulullah SAW memberikan makanan dan bantuan tidak hanya kepada anak yatim, tetapi juga kepada keluarga mereka.
Selanjutnya, dalam kitab “Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin” disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً
“Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10) Muharram, maka Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 syuhada'. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, maka Allah akan meningkatkan derajatnya dengan setiap rambut yang diusapnya.”
Salah satu amalan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW saat memasuki hari Asyura pada tanggal 10 Muharram adalah memberikan bantuan kepada anak yatim. Selain memberikan bantuan kepada anak yatim, amalan lain yang sangat dianjurkan pada hari Asyura adalah mengusap kepala anak yatim sebagai tanda kasih sayang kepada mereka. Nabi juga mengajarkan kita untuk menyayangi anak yatim ketika berinteraksi dengan mereka, memeluk mereka, dan mengusap kepala mereka, karena ini dapat melembutkan hati mereka dan mengobati kekerasan hati mereka.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﺷَﻜَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺴْﻮَﺓَ ﻗَﻠْﺒِﻪِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ: ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺩْﺕَ ﺗَﻠْﻴِﻴْﻦَ ﻗَﻠْﺒِﻚَ ﻓَﺄَﻃْﻌِﻢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻣْﺴَﺢْ ﺭَﺃْﺱَ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴْﻢِ
Dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seseorang yang mengeluhkan kerasnya hati kepada Rasulullah saw, lalu beliau berkata kepadanya: “Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad)
Baik memberikan bantuan kepada anak yatim maupun mengusap kepala mereka, keduanya adalah amalan yang dapat dilakukan pada hari Asyura, yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai hari raya kedua setelah Idul Adha dan Idul Fitri. Seperti yang terdapat dalam hadis sebelumnya, Rasulullah SAW melaksanakan amalan yang membahagiakan dan memberikan bantuan kepada anak yatim, bahkan menjamu mereka pada tanggal 10 Muharram atau hari Asyura.
DO'A TAHUN BARU ISLAM
1. Doa Akhir Tahun Baru Islam 1446 H
6 Amalan / kebaikan Tahun Baru Islam 2024, Sambut 1 Muharram 1446 H
1. Menghindari Kepercayaan dan Prasangka Buruk
Ustad Muhammad Abduh Tuasikal, Pimpinan Ponpes Darush Sholihin dalam laman Rumaysho menyebut bulan Muharram dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro. Bulan ini lekat juga dengan tanggapan negatif sebagian orang. Beberapa daerah punya ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka."Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika melakukan hajatan pada bulan ini bisa mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis. Ketahuilah saudaraku bahwa sikap-sikap di atas tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu. Perlu kita ketahui bersama bahwa mencela waktu adalah kebiasaan orang-orang musyrik," tulis Ustad Muhammad Abduh.
Ustad Muhammad Abduh pun mengungkap bahwa setiap kesialan atau musibah yang menimpa, sebenarnya bukanlah disebabkan oleh waktu, orang, atau tempat tertentu. Namun, semua itu adalah ketentuan Allah Ta'ala Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Sementara Prof KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon menjelaskan bahwa salah satu hal yang perlu dilakukan dalam menyambut tahun baru Islam ialah berprasangka baik pada Allah.
"Dalam Hadits Qudsi, Allah itu senang dengan yang berprasangka baik supaya dapat kebaikan. Hari Allah semuanya baik, hari jelek hanya ada satu, yakni saat anda bermaksiat. Menikah itu hari baik, syukuran. Nggak tahu kenapa, di Jabar juga ada Bulan Kapit, di Jatim ada Bulan Suro yang dianggap malapetaka, padahal kebalikannya, yakni bulan penuh rahmat," ucap Buya Yahya.
"Dari 12 bulan Allah, empat di antaranya bulan haram salah satunya adalah Muharram, itu adalah bulan yang dimuliakan, bukan bulan petaka. Ndak ada itu, jangan dipercaya. Itu adalah suudzon pada Allah. Bulan Muharram itu justru istimewa, malah lakukan puasa. Sebaik-baik puasa setelah Bulan Ramadhan adalah di Muharram. Dulu Nabi menyuruh para sahabat berpuasa, 10 Muharram hendaknya puasa. Sunnah berpuasa di 9 atau 11 Muharram untuk membedakan hari agung kaum Yahudi. Wallahu A'lam bishawab," lanjutnya.
Bulan Muharram merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban." (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah mengatakan:
"Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan."
2. Berpuasa di Bulan Muharram
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mendorong umatnya banyak melakukan puasa pada bulan tersebut. Dari sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari Asyura yaitu pada tanggal 10 Muharram.
Berpuasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, "Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa 'Asyura? Beliau menjawab, "Puasa 'Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu."
Seperti dalam penjelasan Buya Yahya, bahwa Nabi menyuruh para sahabat berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Sunnah berpuasa di 9 atau 11 Muharram untuk membedakan hari agung kaum Yahudi.
"Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa 'Asyura ada dua tingkatan yaitu: [1] Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus, dan [2] Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja," tulis Ustad Muhammad Abduh.
3. Puasa Asyura dan Tasu'a
Dari sekian hari di bulan Muharram, yang lebih afhol adalah puasa hari 'Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Artinya: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, "Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa 'Asyura? Beliau menjawab, "Puasa 'Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim no. 1162)
Namun, puasa Asyura bersifat sunnah, artinya jika tidak mampu maka tidak perlu dipaksakan untuk dilakukan. Seperti sabda Rasul berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَن شَاءَ أَفْطَرَ
Artinya: "Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk berpuasa Asyura, tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, maka bagi siapa yang ingin berpuasa puasalah, dan siapa yang tidak ingin, tidak usah berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 2001]
Umat muslim juga dianjurkan berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu berpuasa pada hari kesembilan (tasu'a). Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan puasa hari 'Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
Artinya: "Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani." Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Artinya: "Apabila tiba tahun depan -insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan." Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Artinya: "Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia." (HR. Muslim no. 1134)
4. Banyak Berpuasa dan Tidak Sebulan Penuh
Umat muslim dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram. Berpuasalah sesuai kemampuannya, dan tidak berpuasa Muharram sebulan penuh. 'Aisyah radhiyallahu 'anhu berkata:
وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِى شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِى شَعْبَانَ
Artinya: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan. Aku tidak pernah melihat beliau banyak puasa dalam sebulan selain pada bulan Sya'ban." (HR. Muslim no. 1156).
5. Tidak Mengkhususkan Santuni Anak Yatim
Buya Yahya juga berpesan agar dalam bulan ini, umat Muslim tidak membiasakan menyantuni anak yatim khusus di Bulan Muharram. Sebab menyantuni anak yatim seharusnya dilakukan setiap saat jika mampu.
"Jangan khususkan di Bulan Muharram itu sebagai hari anak yatim. Kalau Bulan Muharram jadi gebyar untuk anak yatim boleh, tapi ya tidak hanya sekali itu setahun. Harus terus menerus, sebab Rasulullah itu dekat dan merawat anak yatim. Jadi setiap hari harusnya santuni anak yatim," pesannya.
6. Intropeksi dan Hijrah Jadi Lebih Baik
Dalam laman Kemenag, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada khotbahnya juga menyarankan agar umat Muslim memperkuat spirit hijrah dan semangat gotong royong di tahun baru Islam 1 Muharram.
Menurut Menag, tahun baru hijriah selalu mengingatkan umat Islam pada momen bersejarah hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Spirit hijrah salah satunya adalah kemampuan melakukan perpindahan, perubahan, dan adaptasi dalam merespons situasi dan kondisi.
Perpindahan bisa bermakna fisik, tapi juga bisa bermakna sikap. Misalnya, pindah dari satu tempat ke tempat lain, atau dari satu sikap ke sikap yang lain yang lebih baik.
tulah tadi penjelasan mengenai amalan menyambut tahun baru Islam. Di tahun ini hendaknya kita selalu mengisi dengan hal-hal yang disenangi Allah dan selalu berprasangka baik pada-Nya. Wallahualam bishawab.
dikutip dari detikjabar